May 21, 2025 12:54 pm

Menjaga Keseimbangan antara Penegakan Hukum dan Kebebasan Pers

4 weeks ago

Ketua PWI Bekasi Raya, Ade Muksin, SH
Ketua PWI Bekasi Raya, Ade Muksin, SH

Share :

Oleh: Ade Muksin, S.H *)

KASUS yang menyeret Direktur Pemberitaan JakTV sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung kembali membuka diskursus penting soal relasi antara penegakan hukum dan kebebasan pers.

Tuduhan perintangan penyidikan melalui narasi negatif serta dugaan permufakatan jahat menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah proses ini sudah melibatkan Dewan Pers sejak awal?

Sebagai aktor media, Direktur Pemberitaan bekerja dalam ruang lingkup jurnalistik yang seharusnya diawasi terlebih dahulu melalui mekanisme etik, bukan langsung masuk ke ranah pidana.

Jika yang dipersoalkan adalah produk jurnalistik atau aktivitas editorial, maka sangat penting bagi Kejaksaan Agung untuk berkoordinasi lebih awal dengan Dewan Pers, bukan setelah status hukum dinaikkan menjadi tersangka dan diumumkan ke publik.

BACA JUGA :  PWI Pusat dan IKWI Gelar Buka Puasa Bersama dan Santunan Yatim Piatu

Padahal, pada tahun 2019 telah dilakukan Memorandum of Understanding (MoU) antara Dewan Pers dan Kejaksaan Agung yang dituangkan dalam SKB No. 01/DP/MoU/II/2019 dan No. Kep.40/A/JA/II/2019.

Kesepakatan ini menegaskan komitmen kedua lembaga untuk menjaga ruang demokrasi melalui fungsi masing-masing. Kejaksaan memiliki tanggung jawab untuk memastikan apakah suatu perkara berkaitan langsung dengan kerja jurnalistik atau tidak.

Sayangnya, keterlambatan pelibatan Dewan Pers dalam kasus ini berisiko memunculkan persepsi kriminalisasi terhadap profesi jurnalis.

Ini tentu menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di tanah air. Lebih jauh lagi, hal ini dapat menimbulkan efek jera yang keliru, di mana media menjadi enggan bersuara kritis karena takut dikriminalisasi.

Sebagai pengingat, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 15, telah memberikan mandat kepada Dewan Pers untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik.

BACA JUGA :  PWI Pusat dan IKWI Gelar Buka Puasa Bersama dan Santunan Yatim Piatu

Artinya, pelibatan Dewan Pers bukan sekadar etika, melainkan kewajiban hukum yang harus dihormati oleh semua pihak.

Langkah Kejaksaan seharusnya transparan sejak awal: apakah yang sedang diselidiki adalah tindakan pribadi pelaku, atau konten jurnalistik yang bersangkutan. Jika produk jurnalistik yang menjadi masalah, maka prosedur etik di Dewan Pers adalah pintu pertama yang harus ditempuh.

Hanya jika ditemukan adanya unsur pidana di luar kerja jurnalistik, misalnya permufakatan jahat, intimidasi, atau sabotase, barulah proses hukum bisa dimulai.

Oleh karena itu, koordinasi lintas lembaga mutlak diperlukan dan harus dijadikan sistem baku. Perlu ada kejelasan mekanisme di mana kasus yang melibatkan insan pers dalam kapasitas jurnalistiknya tidak langsung dibawa ke jalur pidana tanpa melalui penilaian etik terlebih dahulu.

BACA JUGA :  PWI Pusat dan IKWI Gelar Buka Puasa Bersama dan Santunan Yatim Piatu

Menjaga kebebasan pers bukan berarti membebaskan siapa pun dari hukum. Tetapi memastikan bahwa penegakan hukum tidak menjadi alat pembungkam kebenaran. Ketika prosedur ditegakkan dengan adil dan menghormati peran masing-masing lembaga, maka kita akan melahirkan demokrasi yang sehat, terbuka, dan akuntabel.

Jika hukum berdiri tanpa mempertimbangkan konteks kebebasan pers, maka yang lahir bukan keadilan, melainkan ketakutan.

Dalam demokrasi, pers adalah pilar keempat, bukan sasaran tembak ketika suara mereka tak nyaman di telinga penguasa. √ *) Ketua PWI Bekasi Raya

Berita Terkait

Berita Lainnya

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) adalah organisasi profesi wartawan pertama di Indonesia. PWI berdiri pada 9 Februari 1946 di Surakarta. Tanggal tersebut juga disebut sebagai Hari Pers Nasional. PWI beranggotakan wartawan yang tersebar di seluruh Indonesia

INFO